Oleh : Js Kamdhi | 28-Mei-2011, 12:44:40 WIB |
KabarIndonesia - “Bermadahlah pada Tuhan dalam suka cita, datanglah kepada-Nya dengan sorak sorai.Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya. Sebab, Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya.” (Mazmur 100: 2-5) Merefleksikan kata mulia kita berhadapan dengan tiga makna. Pertama, mulia berkait dengan kedudukan-pangkat-jabatan. Orang berpangkat-berkedudukan disebut orang-orang terhormat. Tak heran bila ada sebutan, “yang mulia, yang terhormat, yang dimuliakan, yang dihormati’. Kedua, mulia berkait dengan keluhuran budi. Berkait dengan karakter-watak-kepribadian. Orang disebut mulia tidak didasarkan kedudukan-jabatan-pangkat tetapi integritas pribadinya. Juga, tidak didasarkan pada kepemilikan-kekayaannya. Orang disebut mulia karena mampu mengangkat derajat-martabat sesamanya. Orang disebut mulia karena menjadi ‘the man for others’: berkontribusi dalam pemberdayaan-pencerdasan-penyejahteraan. Remaja Malang yang masih duduk di SMA adalah anak-anak mulia karena mampu mengharumkan bangsa-negara setelang dinobatkan sebagai innovator sepeda ramah lingkungan. Si kecil mungil dari Bandung, yang masih duduk di SD, menjadi anak mulia karena kepiawiannya ber-animasi. Kakak-adik pencipta antivirus lebih terhormat daripada sebutan kosong ‘wakil rakyat yang terhormat’. Ketiga, mulai berarti berkualitas. Dapat untuk realitas-benda-persona. Manusia mulia adalah manusia-manusia yang berdaya hidup. Selalu dan terus-menerus berbuat-bekerja demi pencerahan-pencerdasan-penyejahteraan sesama. Para petani yang tetap berjuang melawan hama-rentenir-hasil pertanian impor lebih mulia dibandingkan mereka yang piawi memark-up proyek-proyek. Nelayan yang tetap tegar-tegak-tanggung menantang badai tentu lebih mulia dibandingkan mereka yang ‘mendipositokan’ tunjangan sertifikasi bagi pada pahlawan tanpa tanda jasa. “Bermadahlah pada Tuhan dalam suka cita, datanglah kepada-Nya dengan sorak sorai.Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya. Sebab, Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya.” Sahabat, layakkah kita menyebut diri orang mulai? Adakah makna puisi agung, mazmur Daud, menyentuh batin-rohani kita hingga kita terinspirasi untuk berjuang dalam pergumulan-pergulatan hidup? Adakah kata yang menusuk kesadaran kita hingga kita ‘menepuk dada’ dan berucap, “Tuhan jadikanlah aku pembawa damai, kebahagiaan, kesejahteraan bagi sesama?” Menjadi orang mulia hanya terjadi bila kita hidup dalam ‘kuasa Sang Sumber Kemuliaan’. Ada dan berada bersama ‘Sang Sumber Kemuliaan’ menjadikan kita untuk selalu berkerendahan hati hingga cerdas mempermuliakan sesame, tanpa melihat sekat-sekat lahiriah. Ada dan berada bersama “Sang Sumber Kemuliaan” menjadikan kita selalu berjuang agar sesama lebih sejahtera-damai-bahagia. Selalu dan terus-menerus berjuang terwujudnya kerinduan hakiki manusia hidup dalam damai sejahtera. Dalam alur pergumulan dan pergulatan hidup inilah kita mampu menangkap kemuliaan Tuhan yang kongkret-nyata dalam diri sesama. Kita mampu merasakan keluhuran dan keagungan Tuhan dalam diri sesama dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Cerdas datang pada Tuhan melalui pintu gebang-Nya dengan penuh syukur menjadikan kita mampu mengenyam kebaikan dan kesetiaan Tuhan pada langkah-langkah hidup dan kehidupan kita. Selalu dan terus-menerus kita berjalan bersama Tuhan. Selalu dan terus-menerus kita menyinarkan kasih setia-Nya dalam perkataan-perbuatan. Hingga, kita seolah menjadi pohon yang dikenal dari buahnya. Sahabat, hidup ini sangat singkat. Kita harus memilih ada dan berada bersama Tuhan atau hidup tanpa Tuhan. Inilah iman. Dan, inilah pergumulan dan pergulatan hidup yang Tuhan kehendaki. Tuhan memberkati…(*) |
Monday, May 30, 2011
CERDAS MEMULIAKAN TUHAN
REFLEKSI HARI PANCASILA
Oleh : Nanok Triyono | 30-Mei-2011, 14:26:08 WIB |
KabarIndonesia - Masih ingatkah ketika masih mengenyam bangku sekolah, terutama Sekolah Dasar dimana setiap kali Upacara bendera hari senin selalu dibacakan lima sila dalam Pancasila. Pancasila sudah mulai dikenalkan dalam pendidikan dasar di Indonesia, isi yang selalu dibacakan menyangkut lima sila yang menjadi tonggak perjalanan kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pedoman untuk masyarakat dan pemerintahan kita dalam menjalankan kehidupan berbangsa. Dalam perjalanannya, Pancasila tidak serta merta lahir tanpa halangan. Sebagai dasar Negara Pancasila lahir dengan pemikiran dari beragam pihak, sampai benar-benar terbentuk lima sila yang sekarang kita sebut Pancasila. Dalam pembentukannya, Pancasila mengalami beberapa perumusan, maklum saja Negara kita diajajah oleh pemerintahan Hindia Belanda yang pada waktu benar-benar membatasi pergerakan kaum Nasionalis. Sejarah lahirnya Pancasila memiliki beberapa rumusan, diantaranya pertama yakni rumusan Muh. Yamin, kedua: rumusan Ir. Soekarno, ketiga: rumusan Piagam Jakarta, keempat: rumusan BPUPKI, kelima: rumusan PPKI, keenam: rumusan Konstitusi RIS, ketujuh: rumusan UUD sementara, kedelapan: rumusan UUD 1945, sampai akhirnya tercetus perumusan akhir dengan lima sila yang kita sebut sebagai Pancasila. Isi dari Pancasila lebih banyak menyangkut pada kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Pancasila yang dicetuskan Presiden Soekarno waktu itu diharap bisa menjadikan masyarakat Indonesia yang bertingkah laku sesuai dengan norma. Isi dalam sila-sila yang terkandung memiliki makna yang cukup luas, mencakup sisi beragama, berperikemanusiaan, persatuan bangsa, kerakyatan, dan keadilan. Tonggak Pancasilapun diharapkan mampu menyatukan bangsa Indonesia yang waktu itu masih dalam tahap proses kemerdekaan. Dalam perjalanannya sampai sekarang, makna yang ada dalam Pancasila seiiring semakin terkikis. Munculnya banyak paham termasuk juga efek globalisasi membuat nilai Pancasila hanya teringat dalam bacaan Upacara bendera. Sebut saja ketika bangsa ini mengalami degradasi nasionalisme, munculnya tindak makar dan pemberontakan, terorisme yang mendunia, serta akhir-akhir ini muncul kembali perilaku yang melenceng dari Pancasila yakni NII (Negara Islam Indonesia). Pancasila lahir untuk kedaulatan bangsa Indonesia, menyatukan masyarakat kita yang multietnis, dan memperkuat nasionalis, tetapi pemahaman Pancasila semakin luntur dengan maraknya kriminal serta tindakan makar. Negara Indonesia membutuhkan Pancasila, sebagai pedoman masyarakat kebangsaan dan kenegaraan dan pedoman itu benar-benar harus dipahami rakyat Indonesia, bukan hanya dijadikan pajangan dan bacaan semata. Para pelaku sejarah melahirkan kelima sila untuk menata Indonesia kedepan, Indonesia yang bermartabat, berdaulat, beragama, bersosial tinggi, berkebudayaan, berkesatuan, beradab, dan berteknologi, oleh karenanya kita perlu memahami kembali perjalanan Pancasila dan melaksanakan isi yang terkandung didalamnya agar senantiasa Negara ini tetap berpacu dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. |
P A N C A S I L A
Pancasila Itu Sosialis |
Catatan singkat ini merupakan hasil dialog KabarIndonesia - ‘Mempertimbangkan Sosialisme di Indonesia’ yang pernah saya lakukan dengan sejumlah mahasiswa di Surabaya dan Malang. Seiring dengan revitalisasi Pancasila, seperti dibahas MK, Selasa 24/05 lalu saya merasa perlu geliat pemikiran yang muncul ketika itu. Pancasila itu mangandur anasir sosialis!Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (24/05) lalu, mengadakan rapat koordinasi dengan sejumlah petinggi negeri untuk merevitalisasi nilai Pancasila. Dengan kata lain, diakui atau tidak, nilai Pancasila memang telah luntur di negeri ini. Serangkaian peristiwa sosial, politik, hukum, dan budaya mengindikasikan hilangnya spirit Pancasila. Konflik horisontal antar kelompok merupakan bias ‘matinya’ spirit Pancasila yang menjunjung tinggi toleransi dan saling menghormati antar sesama. Tentu saja tanpa memperdulikan suku, ras, dan agama. Saya tidak ingin mempermasalahkan implementasi Pancasila yang luruh dari jiwa bangsa ini. Justru saya ingin melihat ‘jiwa’ Pancasila itu sendiri yang konon lahir dan merupakan esensi karakter masyarakat Agar tidak terjadi kesalahfahaman, perlu kiranya kita mengerti ihwal sosialisme di Varian gerakan pun muncul bak jamur di musim hujan. Sebut saja Serikat Indonesia (SI) yang juga berpaham sosialis yang sudah tentu mengusung gagasan Karl Marx dan Friederic Engel. Sebuah gagasan yang terdorong atas buruknya situasi ekonomi dan politik ketika itu. Sistem monopoli Pemerintah Hindia Belanda telah menggerus daya hidup masyarakat Anasir Sosialis Lantas apa hubungan antara Sosialis dengan Pancasila? Pancasila sebagai dasar negara merupakan manivestasi dari keberagaman masyarakat Indonesia. Pancasila diharapkan mampu menjadi medium pemersatu perbedaan tersebut. Sebagai medium pemersatu tentu saja spirit egalitarian anasir utama mencapai kesepahaman dalam perbedaan. Wacana sosialis merupakan diskursus kesetaraan yang meninggikan kebersamaan. Seperti diungkapkan Marco Kartodikromo, seorang jurnalis dan penulis, bahwa konsep sama rata-sama rasa menjadi esensi sosialisme Indonesia. Ketika ada persamaan perasaan dan pemerataan secara sosial maka toleransi dan gotong royong akan muncul sebagai perilaku utama. Sosialisme Indonesia merupakan konsep sosial yang menjunjung nilai kebersamaan demi mengatasi keterpurukan. Tidak adanya monopoli oleh komunitas tertentu merupakan ciri masyarakat sosialis. Negara hanya membuat regulasi saja agar keseluruhan potensi masyarakat bisa berkembang demi kemakmuran masyarakat itu sendiri. Di dalam sosialisme ada kesetaraan dan kebersamaan yang meniadakan perbedaan. Inilah Pancasila! Sayangnya, sosialisme di Indonesia seperti halnya komunisme telah menjadi korban sejarah. Oknum politikus tertentu sengaja ‘memperalat’ gagasan sosialis (dan komunis) menjadi gagasan yang sangat radikal dan merusak sendi ketatanegaraan. Ingat bagaimana Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi medium utama petualang politik ketika itu. Hingga hasilnya, PKI menjadi partai yang revolusioner serta mengundang phobia nasional. Sebenarnya, gagasan sosialis dan komunis hanyalah gagasan ekonomi sebagai upaya ‘keluar’ dari keterpurukan secara ekonomi dan politik saat itu. Tapi gagasan itu pun diselewengkan dengan memanfaatkan kemiskinan serta keterpurukan politik pada masanya. Kembali kepada tema utama, Pancasila sejatinya adalah resume dari gagasan kebersamaan dalam keberagaman. Hal tercermin dalam Bhineka Tunggal Ika yang menjadi spirit pluralisme Nah! Anasir sosialis yang mengedepankan kegotongroyongan serta kebersamaan demi tercapainya perbaikan nasib ternyata tersirat dalam Pancasila kita. Jadi tidak berlebihan kiranya jika saya sebut seorang Pancasilais itu adalah sosialis. Sosialisme |
Friday, May 27, 2011
Om Swastyastu,
Umat Se-Dharma Yang Berbahagia,
Perhatikan Sloka berikut (Bhagawad Gita Bab IV. 4) :
aparam bhavato janma param janma vivasvatah
katham etad vijaniyam tvam adau proktavan iti
Siapakah Arjuna itu? Apakah dalam kapasitas beliau sebagai murid dari Sri Krishna tidak percaya dengan keagungan Tuhan? Kenapa sering sekali Arjuna bertanya hal-hal yang sepele seolah-olah beliau sama sekali tidak mengerti tentang kebesaran Tuhan yang muncul melalui Sabda Sri Krishna? Apakah yang terjadi dibalik maksud dan tujuan dari Arjuna yang berposisi sebagai seorang sisya?
Arjuna diakui sepenuhnya sebagai penyembah Tuhan. Namun, bagaimana mungkin Arjuna tidak percaya kepada sabda Shri Krishna? Sebenarnya Arjuna tidak bertanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk mereka yang tidak percaya kepada kepribadian Tuhan Yang Maha Esa atau untuk orang jahat yang tidak suka gagasan bahwa Sri Krishna harus diakui sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Hanya untuk kepentingan mereka saja Arjuna bertanya tentang hal ini, seolah-olah dia sendiri belum sadar terhadap kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Arjuna menyadari secara sempurna bahwa Sri Krishna adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sumber segala sesuatu dan kata terakhir dalam kerohanian.
Sri Krishna muncul sebagai putra Devaki di bumi ini. Dalam hal ini, manusia biasa sulit sekali mengerti bagaimana Sri Krishna tetap sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang sama, kepribadian yang kekal dan asli. Agar hal ini dijelaskan, Arjuna mengajukan pertanyaan kepada Sri Krishna supaya beliau dapat bersabda dengan cara yang dapat dipercaya. Seluruh dunia mengakui bahwa Sri Krishna adalah penguasa yang paling tinggi, bukan hanya pada saat ini, tetapi sejak sebelum awal sejarah, dan hanya orang jahat saja yang menolak Sri Krishna. Bagaimanapun juga oleh Sri Krishna adalah penguasa yang diakui oleh semua orang, Arjuna mengemukakan pertanyaan di hadapan Sri Krishna supaya Sri Krishna menguraikan diri-Nya tanpa digambarkan oleh orang jahat, yang selalu berusaha memutar-balikkan kebenaran Sri Krishna dengan cara yang dapat dipahami oleh orang jahat dan para pengikutnya.
Semua orang perlu menguasai ilmu pengetahuan tentang Sri Krishna demi kepentingannya sendiri. Karena itu apabila Sri Krishna bersabda tentang dirinya, itu mujur bagi seluruh manusia di dunia. Orang jahat mungkin menganggap penjelasan seperti itu dari Sri Krishna sendiri terlihat aneh, sebab mereka selalu mempelajari Sri Krishna dari segi pandangan pribadi mereka.
Tetapi para penyembah dengan senang hati menyambut pernyataan pernyataan Sri
Dengan cara seperti ini orang yang tidak percaya kepada Tuhan, yang menganggap Sri Krishna sebagai manusia biasa, mungkin akan mengetahui bahwa Sri Krishna melampauii kekuatan manusia. Mungkin mereka akan mengetahui bahwa Sri Krishna adalah sad cid ananda vigraha betuk kekal kebahagiaan dan pengetahuan, bahwa Sri Krishna bersifat rohani, dan bahwa Sri Krishna berada di atas kekuatan sifat -sifat alam material dan di atas pengaruh waktu dan ruang.
Demikian semoga berguna.
Om Santih, Santih, Santih,
Bentuk Semesta Tuhan
Bhagavad-gita 11.1
11.1 Arjuna berkata; Dengan mendengar wejangan tentang mata pelajaran yang paling rahasia ini yang sudah Anda berikan kepada hamba atas kemurahan hati Anda, khayalan hamba sekarang sudah dihilangkan.
Bhagavad-gita 11.2
11.2 O Krsna yang mempunyai mata seperti bunga padma, hamba sudah mendengar dari Anda secara terperinci tentang muncul dan menghilangnya setiap makhluk hidup dan hamba sudah menginsafi kebesaran Anda yang tidak pernah dibinasakan.
Bhagavad-gita 11.3
11.3 O kepribadian yang paling mulia, bentuk yang paling utama, walaupun hamba melihat Anda berdiri di sini di hadapan hamba dalam kedudukan Anda yang sejati, sesuai dengan uraian Anda tentang Diri Anda, hamba ingin melihat bagaimana Anda masuk dalam manifestasi alam semesta ini. Hamba ingin melihat bentuk Anda tersebut.
Bhagavad-gita 11.4
11.4 Kalau Anda berpikir hamba sanggup memandang bentuk semesta Anda, sudilah kiranya Anda memperlihatkan bentuk semesta Diri Anda yang tidak terhingga itu kepada hamba, o Tuhan yang hamba muliakan, penguasa segala kekuatan batin.
Bhagavad-gita 11.5
11.5 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Wahai Arjuna yang baik hati, wahai putera prtha, sekarang lihatlah kehebatan-Ku, beratus-ratus ribu jenis bentuk rohani yang berwarna-warni.
Bhagavad-gita 11.6
11.6 Wahai yang paling baik di antara para Bharatha, lihatlah di sini berbagai perwujudan para Aditya, vasu, Rudra, Asvini-kumara dan semua dewa lainnya. Lihatlah banyak keajaiban yang belum pernah dilihat atau didengar oleh siapapun sebelumnya.
Bhagavad-gita 11.7
11.7 Wahai Arjuna apapun yang ingin engkau lihat, lihatlah dengan segera dalam badan-Ku ini! Bentuk semesta ini dapat memperlihatkan kepadamu apapun yang engkau ingin lihat sekarang dan apapun yang engkau ingin lihat pada masa yang akan datang. Segala sesuatu- baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak-berada di sini secara lengkap, di satu tempat.
Bhagavad-gita 11.8
11.8 Tetapi engkau tidak dapat melihat-Ku dengan mata yang engkau miliki sekarang. Karena itu, Aku memberikan mata rohani kepadamu. Lihatlah kehebatan batin-Ku.
Bhagavad-gita 11.9
11.9 Sanjaya berkata; Wahai paduka Raja, sesudah bersabda demikian, Tuhan Yang Mahakuasa, penguasa segala kekuatan batin, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, memperlihatkan bentuk semesta-Nya kepada Arjuna.
Bhagavad-gita 11.10
Bhagavad-gita 11.11
11.10-11 Dalam bentuk semesta itu, Arjuna melihat mulut-mulut yang tidak terhingga, mata yang tidak terhingga, dan wahyu-wahyu ajaib yang tidak terhingga. Bentuk tersebut dihiasi dengan banyak perhiasan rohani dan membawa banyak senjata rohani yang diangkat. Beliau memakai kalung rangkaian bunga dan perhiasan rohani, dan banyak jenis minyak wangi rohani dioleskan pada seluruh badan-Nya. Semuanya ajaib, bercahaya, tidak terbatas dan tersebar kemana-mana.
Bhagavad-gita 11.12
11.12 Kalau beratus-ratus ribu matahari terbit di langit pada waktu yang sama, mungkin cahayanya menyerupai cahaya dari kepribadian yang paling utama dalam bentuk semesta itu.
Bhagavad-gita 11.13
11.13 Pada waktu itu, dalam bentuk semesta Tuhan, Arjuna dapat melihat perwujudan-perwujudan alam semesta yang tidak terhingga terletak di satu tempat walaupun dibagi menjadi beribu-ribu.
Bhagavad-gita 11.14
11.14 Kemudian Arjuna kebingungan dan kagum, dan bulu romanya tegak berdiri. Arjuna menundukkan kepalanya untuk bersujud, lalu mencakupkan tangannya dan mulai berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bhagavad-gita 11.15
11.15 Arjuna berkata; Sri Krsna yang hamba muliakan, di dalam badan Anda hamba melihat semua dewa dan berbagai jenis makhluk hidup yang lain. Hamba melihat Brahma duduk di atas bunga padma, bersama Dewa Siva, semua resi dan naga-naga rohani.
Bhagavad-gita 11.16
11.16 O penguasa alam semesta, o bentuk semesta, di dalam badan Anda hamba melihat banyak lengan, perut, mulut dan mata, tersebar ke mana-mana, tanpa batas,. Hamba tidak dapat melihat akhir, pertengahan, maupun awal di dalam Diri Anda.
Bhagavad-gita 11.17
11.17 Bentuk Anda sulit dilihat karena cahaya-Nya yang menyilaukan, tersebar ke segala sisi, seperti api yang menyala atau cahaya matahari yang tidak dapat diukur. Namun hamba melihat bentuk ini yang bernyala di mana-mana dihiasi dengan berbagai jenis mahkota, gada, dan cakra.
Bhagavad-gita 11.18
11.18 Anda adalah tujuan pertama yang paling utama. Andalah sandaran utama seluruh jagat ini. Anda tidak dapat dimusnahkan, dan Andalah yang paling Tua. Andalah pemelihara dharma yang kekal, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Inilah pendapat hamba.
Bhagavad-gita 11.19
11.19 Anda tidak berawal, tidak ada masa pertengahan bagi Anda dan Anda tidak berakhir. Kebesaran Anda tidak terhingga. Jumlah lengan Anda tidak terbilang. Matahari dan bulan adalah mata Anda. Hamba melihat Anda dengan api yang bernyala keluar dari mulut Anda. Anda sedang membakar seluruh jagat ini dengan cahaya pribadi Anda.
Bhagavad-gita 11.20
11.20 Walaupun Anda adalah satu, Anda berada di mana-mana di seluruh angkasa, planet-planet dan antariksa antar planet-planet. O kepribadian yang Mulia dengan melihat bentuk yang mengagumkan dan mengerikan ini, semua susunan planet goyah.
Bhagavad-gita 11.21
11.21 Semua kelompok dewa menyerahkan diri di hadapan Anda dan masuk ke dalam diri Anda. Beberapa di antaranya sangat ketakutan dan mereka mempersembahkan doa pujian sambil mencakupkan tangannya. Banyak resi yang mulia dan makhluk-makhluk yang sempurna yang sedang berseru, “semoga ada segala kedamaian!” sedang berdoa kepada Anda dengan menyanyikan mantra-mantra veda.
Bhagavad-gita 11.22
11.22 Segala manifestasi dari Dewa Siva, para Aditya, para vasu, para Sandya, para Visvedeva, dua Asvi, para Marut, para Leluhur, para Gandharva, para Yaksa, para Asura dan dewa-dewa yang sempurna memandang Anda dengan rasa kagum.
Bhagavad-gita 11.23
11.23 O kepribadian yang berlengan perkasa, semua planet dengan dewa-dewanya goyah ketika melihat bentuk Anda yang maha Agung, dengan banyak muka, mata, lengan, paha, kaki, dan perutnya, dan banyak gigi Anda yang mengerikan; karena itu, mereka goyah, dan hamba juga goyah.
Bhagavad-gita 11.24
11.24 O Visnu yang berada di mana-mana, ketika hamba melihat Anda dengan berbagai warna Anda yang bercahaya dan menyentuh langit, mulut-mulut Anda yang terbuka lebar dan mata Anda yang besar dan menyala, pikiran hamba goyah karena rasa takut. Hamba tidak dapat memelihara sikap mantap maupun keseimbangan pikiran lagi.
Bhagavad-gita 11.25
11.25 O penguasa para dewa, pelindung dunia-dunia, mohon memberi karunia kepada hamba. Hamba tidak dapat memelihara keseimbangan ketika melihat Anda seperti ini dengan wajah-wajah Anda yang menyala seperti maut dan gigi yang mengerikan. Di segala arah hamba kebingungan.
Bhagavad-gita 11.26
Bhagavad-gita 11.27
11.26-27 Semua putera Dhrtarastra, bersama raja-raja yang bersekutu dengan mereka, Bhisma, Drona, Karna dan – semua pemimpin kesatria di pihak kita – lari masuk ke dalam mulut-mulut Anda yang mengerikan. Hamba melihat beberapa di antaranya tersangkut dengan kepala-kepalanya hancur di antara gigi-gigi Anda.
Bhagavad-gita 11.28
11.28 Bagaikan ombak-ombak banyak sungai mengalir ke dalam lautan, seperti itu pula semua kesatria yang hebat ini menyala dan masuk ke dalam mulut-mulut Anda.
Bhagavad-gita 11.29
11.29 Hamba melihat semua orang lari dengan kecepatan penuh ke dalam mulut-mulut Anda, bagaikan kupu-kupu yang terbang menuju kehancuran di dalam api yang menyala.
Bhagavad-gita 11.30
11.30 O Visnu, hamba melihat Anda menelan semua orang dari segala sisi dengan mulut-mulut Anda yang mengeluarkan banyak api. Anda menutupi seluruh alam semesta dengan cahaya Anda, Anda terwujud dengan sinar-sinar yang mengerikan dan menganguskan.
Bhagavad-gita 11.31
11.31 O penguasa semua dewa, yang mempunyai bentuk yang begitu ganas, mohon beritahukan kepada hamba siapa Anda? Hamba bersujud kepada Anda; mohon memberi karunia kepada hamba. Anda adalah Tuhan Yang Maha Esa yang asli. Hamba ingin mengetahui tentang Anda, sebab hamba tidak mengetahui apa maksud Anda.
Bhagavad-gita 11.32
11.32 Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Aku adalah waktu, penghancur besar dunia-dunia, dan Aku datang ke sini untuk menghancurkan semua orang. Kecuali kalian [para Pandava], semua kesatria di sini dari kedua belah pihak akan terbunuh.
Bhagavad-gita 11.33
11.33 Karena itu, bangunlah. Siap-siap untuk bertempur dan merebut kemasyuran. Kalahkanlah musuhmu dan menikmati kerajaan yang makmur. Mereka sudah dibunuh oleh apa yang telah Ku-atur, dan engkau hanya dapat menjadi alat dalam pertempuran, wahai Savyasaci.
Bhagavad-gita 11.34
11.34 Drona, Bhisma, Jayadratha, Karna, dan kesatria-kesatria besar lainnya sudah Ku-hancurkan. Karena itu, bunuhlah mereka dan jangan merasa goyah. Bertempur saja, dan engkau akan memusnahkan musuh-musuhmu dalam pertempuran.
Bhagavad-gita 11.35
11.35 Sanjaya berkata kepada Dhrtarastra; wahai Baginda Raja, sesudah mendengar kata-kata ini dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Arjuna yang sedang gemetar menghaturkan sembah sujud berulang kali dengan mencakupkan tangannya. Hati Arjuna penuh rasa takut dan dia berkata kepada Sri Krsna dengan suara yang tersendat-sendat, sebagai berikut.
Bhagavad-gita 11.36
11.36 Arjuna berkata; O penguasa indria-indria, dunia menjadi riang dengan mendengar nama Anda, dan dengan demikian semua orang menjadi terikat kepada Anda. Kendatipun makhluk-makhluk sempurna bersujud kepada Anda dengan hormat, para raksasa ketakutan sehingga mereka lari ke sana ke mari. Segala hal ini memang patut terjadi.
Bhagavad-gita 11.37
11.37 O Yang Mahabesar, lebih tinggi daripada Brahma, Anda adalah pencipta yang asli. Karena itu, bukankah seyogyanya mereka bersujud dengan hormat kepada Anda? O kepribadian yang tidak terhingga, Tuhan yang disembah oleh semua dewa, pelindung alam semesta! Anda adalah sumber yang tidak dapat dikalahkan, sebab segala sebab, yang melampaui manifestasi alam material ini.
Bhagavad-gita 11.38
11.38 Anda adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang paling tua, pelindung utama alam semesta yang terwujud. Andalah yang Mahatahu, dan Andalah segala sesuatu yang dapat diketahui. Andalah pelindung tertinggi, Anda berada di atas sifat-sifat material. O bentuk yang tidak terhingga Anda berada di mana-mana di seluruh manifestasi alam semesta ini!
Bhagavad-gita 11.39
11.39 Andalah udara, dan Andalah Yang Mahakuasa! Anda adalah api, Anda adalah air, dan Anda adalah bulan! Anda adalah Brahma, makhluk hidup yang pertama, Anda adalah kakek moyang semua makhluk. Karena itu hamba bersujud dengan hormat kepada Anda seribu kali, kemudian berulang kali lagi.
Bhagavad-gita 11.40
11. 40 Hamba bersujud kepada Anda dari depan, dari belakang dan dari segala sisi! O kekuatan yang tidak terbatas, Anda penguasa kewibawaan yang tidak terhingga! Anda berada di mana-mana, karena itu Andalah segala sesuatu!
Bhagavad-gita 11.41
Bhagavad-gita 11.42
11.41-42 Oleh karena hamba menganggap Anda sebagai kawan, hamba terlalu berani dan menyapa kepada Anda “hai krsna”, “hai yadava”, “hai kawanku,” tanpa mengetahui kebesaran Anda. Mohon mengampuni apapun yang sudah hamba lakukan karena kebodohan atau karena cinta kasih. Berulang kali hamba kurang hormat kepada Anda, bercanda pada waktu kita sedang istirahat, berbaring di ranjang yang sama, duduk atau makan bersama-sama kadang-kadang sendirian, dan kadang-kadang di depan banyak kawan. O kepribadian yang tidak pernah gagal, ampunilah segala kesalahan itu yang hamba lakukan.
Bhagavad-gita 11.43
11.43 Anda adalah ayah seluruh manifestasi alam semesta ini, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Anda adalah pemimpin jagat yang patut disembah, guru kerohanian yang paling utama. Tiada seorang pun yang sejajar dengan Anda, dan tidak mungkin seseorang bersatu dengan Anda. Karena itu, bagaimana mungkin ada seseorang yang lebih agung daripada Anda di dalam seluruh tiga dunia ini, o penguasa yang memiliki kekuatan yang tidak terhingga.
Bhagavad-gita 11.44
11 44 Anda adalah Tuhan Yang Maha Esa yang patut disembah oleh setiap makhluk hidup. Karena itu, hamba bersujud dengan hormat kepada Anda dan mohon karunia Anda. Seperti halnya seorang ayah membiarkan keberanian puteranya, seorang kawan membiarkan sikap kurang sopan dari kawannya, atau seorang istri membiarkan sikap akrab suaminya, mohon memaafkan kesalahan yang mungkin hamba lakukan terhadap Anda.
Bhagavad-gita 11.45
11.45 Sesudah melihat bentuk semesta ini yang belum pernah hamba lihat sebelumnya, hamba goyah karena ketakutan. Karena itu, mohon memberi karunia Anda kepada hamba dan sekali lagi memperlihatkan bentuk Anda sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, o Tuhan yang disembah oleh semua dewa, pelindung alam semesta.
Bhagavad-gita 11.46
11.46. O bentuk semesta, Tuhan Yang Maha Esa yang berlengan seribu, hamba ingin melihat Anda dalam bentuk Anda yang berlengan empat, dengan mahkota pada kepala Anda dan gada, cakra, kerang, dan bunga padma pada tangan-tangan Anda. Hamba ingin melihat Anda dalam bentuk itu.
Bhagavad-gita 11.47
11.47 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Arjuna yang baik hati, atas kekuatan dalam dari Diri-Ku, dengan senang hati bentuk semesta yang paling utama di dunia material sudah kuperlihatkan kepadamu. Sebelum engkau, belum pernah ada orang yang melihat bentuk yang abadi ini, yang tidak terhingga dan penuh cahaya yang menyilaukan.
Bhagavad-gita 11.48
11.48 Wahai kesatria kuru yang paling baik, sebelum engkau, belum pernah ada orang yang melihat bentuk semesta-Ku ini, sebab Aku tidak dapat dilihat dalam bentuk ini di dunia material. Baik melalui cara mempelajari veda, melakukan korban suci, kedermawanan, kegiatan saleh, maupun pertapaan yang keras.
Bhagavad-gita 11.49
11.49 Engkau sudah menjadi goyah dan bingung dengan melihat ciri-Ku yang mengerikan ini. Sekarang itu semua akan berakhir. Penyembah-Ku, sekarang engkau bebas lagi dari segala gangguan. Dengan pikiran yang tenang, sekarang engkau dapat melihat bentuk yang engkau inginkan.
Bhagavad-gita 11.50
11.50 Sanjaya berkata kepada Drtarastra; setelah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krsna bersabda seperti itu kepada Arjuna, Beliau memperlihatkan bentuknya yang sejati yang berlengan empat, dan akhirnya memperlihatkan bentuknya yang berlengan dua. Dengan demikian, Beliau memberi semangat kepada Arjuna yang sedang ketakutan.
Bhagavad-gita 11.51
11.51 Ketika Arjuna melihat Krsna seperti itu dalam bentuk-Nya yang asli, dia berkata; o Janardana, dengan melihat bentuk ini yang seperti manusia dan sangat tampan, pikiran hamba sudah tenang, dan hamba kembali pada sifat hamba yang asli.
Bhagavad-gita 11.52
11.52 Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Arjuna yang baik hati, bentuk-Ku yang sedang engkau lihat sulit sekali dipandang. Para dewa pun senantiasa mencari kesempatan untuk melihat bentuk ini yang sangat tercinta.
Bhagavad-gita 11.53
11.53 Bentuk yang sedang engkau lihat dengan mata rohanimu tidak dapat dimengerti hanya dengan mempelajari veda, melakukan pertapaan yang serius, melalui kedermawanan maupun sembahyang. Bukan dengan cara-cara ini seseorang dapat melihat Aku dalam bentuk-Ku yang sebenarnya.
Bhagavad-gita 11.54
11.54 Arjuna yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan kegiatan yang lain Aku dapat dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, yang sedang berdiri di hadapanmu, dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia pengertian-Ku.
Bhagavad-gita 11.55
11.55 Arjuna yang baik hati, orang yang menekuni bhakti yang murni kepada-Ku, bebas dari pengaruh kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala dan pengaruh angan-angan, yang bekerja demi-Ku, menjadikan Aku sebagai tujuan utama dalam hidupnya, dan ramah terhadap semua makhluk-dia pasti datang kepada-Ku.
SIAPA ITU TUHAN ?
2. Keinginan bebas dan nasib.
3. Karma dari sudut pandang aksi
4. Karma dari sudut pandang reaksi
5. Empat fase karma
6. Tiga macam karma
1. Hukum aksi dan reaksi.
Istilah “karma” tidak terpisahkan dengan reinkarnasi. Ketika mencoba untuk memahami proses reinkarnasi seseorang tidak dapat menghindari istilah ini. “Karma” dari kata bahasa Sansekerta secara maknawi berarti “tindakan, aktivitas, kerja”, dan karena keterbatasan persamaan kata dari bahasa lain yang secara tepat menjelaskan artinya, kata tersebut tidak dianjurkan untuk diterjemahkan. Di barat istilah ini digunakan pertama kali oleh pakar theosophist Rusia Helena P. Blavatsky (1831-1891). Definisinya : “Karma adalah dasar hukum kosmis,............yang mana kamu dalam dunia fisik, mental dan jiwa berhubungan sebab dengan akibatnya. Karena suatu sebab, yang terbesar seperti pergerakan kosmos, atau yang terkecil seperti pergerakan tangan, yang mempunyai akibat yang berkaitan, dan karena tindakan-tindakan yang sama dengan cara yang sama, karma adalah hukum yang tidak dapat dilihat dan tidak diketahui secara bijaksana, dengan berbudi dan dengan berpikir panjang menghubungkan setiap akibat dengan penyebab dan asal mulanya (pemula/pencipta)”.
Didalam hasil pekerjaannya “Perwujudan karma” (1910) pakar anthroposofist Rudolf Steiner menjelaskan karma dengan cara ini:
“........Tanpa pembatasan keinginan bebas manusia, hukum karma bertindak diatas kesatuan, yang mana berasal dari sebab yang datang, seperti hukum aksi dan reaksi”.
Definisi yang mudah dimengerti ini menjelaskan inti dari istilah karma vedic. Perbandingan hukum karma Steiner untuk hukum fisika dan aksi dan reaksi (actio = reactio, hukum mekanik klasik Newton ketiga 1687) adalah sangat tepat walaupun hukum ini hanya mewakili sebagian kecil aspek dari aspek yang jauh lebih tinggi dan hukum karma yang jauh lebih halus. Juga tepat adalah peribahasa yang mana hukum karma dari sebab dan mengakibatkan tindakan-tindakan khususnya pada tingkat individu dan meninggalkan ruang menuju ke kehendak bebas dari seorang pelaku.
Ini adalah sesuatu yang biasanya dilupakan kritik-kritik filosofi timur yang berbeda yang memahami karma sebagai takdir mekanis yang memaksakan manusia untuk secara pasif menunggu apa yang akan dibawa/terjadi di masa depan. Sebelum penemuan Steiner dan Newton orang-orang telah mengetahui perkataan yang menunjukkan pemahaman berkelanjutan dari aksi dan reaksi. Injil juga menyatakan “Seseorang menuai apa yang dia tanam” (Galatskym 6:7) yang menjadi perkataan umum rakyat.
2. Keinginan Bebas dan Nasib
Berdasarkan pada filosofi Vedic, setiap makhluk hidup berpindah dunia material dari satu tubuh ke tubuh lain, setiap makhluk hidup diberikan keinginan bebas untuk bertindak berdasarkan keinginan, ide-ide dan pikirannya. Ketika Shri Khrisna menceritakan Bhagavad-gita pada Arjuna, disalah satu dari ayat terakhirnya (18.63) dia berkata :
“Kemudian saya telah menceritakan padamu ilmu pengetahuan yang masih lebih rahasia. Pertimbangkanlah ini secara sungguh-sungguh dan kemudian lakukan apa yang kamu ingin lakukan”.
Kitab Vedic berkata bahwa keinginan adalah ayah dari pemikiran dan pemikiran adalah ayah dari tindakan. Keinginan sebenarnya berasal dari jiwa, pemikiran berasal dari pikiran (tubuh halus) dan tindakan berasal dari kerja organ-organ indera dari tubuh kasar.
Karena makhluk hidup mempunyai keinginan bebas, walaupun dalam lapangan aktivitas yang terbatas. Filosofi Vedic mengajarkan bahwa keinginan bebas dan takdir atau nasib saling berhubungan satu sama lain. Melalui tindakan-tindakan kita saat ini, menunjukkan keinginan bebas kita, kita menciptakan reaksi karma masa depan kita. Pada saat yang sama kita menuai reaksi dari tindakan-tindakan kita yang dahulu. Oleh karena itu, nasib bukanlah hukuman atas penyerangan pada orang-orang yang tak berdosa (yang mana Tuhan tidak ingin menghentikan ataupun tidak dapat menghentikan). Hukum karma sangat keras karena harus memastikan kebahagiaan/kepuasan dari keinginan-keinginan seluruh makhluk hidup di seluruh dunia material dengan cara seperti ini mereka tidak menentang tapi menyempurnakan dirinya sendiri dan bahkan satu ketidak adilan tidak lepas tanpa dihukum. Pakar rohaniawan Ralph Waldo Emerson (1803-1882) menjelaskannya dengan cara ini (lectures and Biographical Sketches, 1868) :
“Jika kamu mencintai orang-orang dan melayani mereka, kamu akan dihargai. Penghargaan yang tersembunyi berlanjut pada keseimbangan lagi dari keadilan Tuhan. Hukum ini tidak dapat dirubah. Semua tiran (penguasa), pemilik, orang-orang yang memonopoli dunia ini mencoba dalam kesia-siaan untuk menghancurkan keseimbangan ini. Equator masih tetap ditempatnya dan orang-orang serta serangga, matahari, dan planet-planet harus mematuhinya atau dihancurkan oleh reaksi bentukannya”.
Dunia diperintah secara umum oleh hukum-hukum yang teliti dan berlaku-seperti peraturan permainan besar kehidupan-yang menata keinginan-keinginan dan hubungan yang saling menguntungkan diantara individu makhluk hidup. Kemudian masing-masing dari makhluk hidup itu dengan tepat mendapatkan balasannya-tidak lebih dan tidak kurang.
Berdasarkan pada Bhagavad-gita (2.70) aliran keinginan secara terus menerus berasal dari pikiran dari setiap makhluk hidup seperti sungai-sungai yang tak terhitung yang kesemuanya memasuki lautan yang sangat luas. Dengan cara ini timbul satu kesatuan kompleks yang tiada akhir, jaringan multidimensional dari aksi dan reaksi yang mana seseorang tidak dapat memahaminya. Disini jelas pengaruh tangan Tuhan yang tidak kelihatan yang mana didalam wujudNya dari jiwa super (paramatma) yang ada dimana-mana sedang menemani seluruh jiwa individu selama perpindahan mereka melalui berbagai bentuk tubuh. Bhagavad-gita (13.23) menjelaskan aspek keTuhanan ini :
“Walaupun didalam tubuh ini ada yang lainnya, sebuah rohani yang mana Tuhan pemilik kekuasaan yang bertindak sebagai pengawas dan pemberi ijin, dan yang dikenal sebagai jiwa Yang Maha Kuasa”. Oleh karena itu, peranan jiwa Yang Maha Kuasa adalah untuk merekam keinginan-keinginan setiap makhluk hidup yang tidak terhitung dan mneyusun kebahagiaan mereka serta mengamati aktivitas-aktivitas dari makhluk hidup dan mnegijinkan mereka menerima reaksi-reaksi. Campur tangan Tuhan secara langsung ini disebut hukum karma.
3. Karma dari sudut pandang tindakan
Kitab-kitab Vedic berisi informasi pasti dimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan jika kita mengharapkan memperoleh hasil-hasil (reaksi) yang benar. Misalnya orang-orang berkata : jika kamu ingin menjadi kaya, kamu harus bertindak seperti ini, jika kamu ingin menjadi terkenal, lakukan ini, jika kamu ingin hidup dengan kehidupan keluarga yang memuaskan, lakukan itu, dll. Jika seseorang berada dalam kehidupan ini sangat sukses,kaya,terpelajar,berpengaruh atau cantik, kita dapat menyimpulkan bahwa dia pasti di kehidupan yang dulu murah hati, rajin dan soleh dan sekarang hanya menuai hasil dari benih-benihnya yang dahulu.
Tapi apa yang dia lakukan dengan aset-aset ini didalam kehidupan yang sekarang ini adalah pertanyaan lainnya-hal itu tergantung pada keinginan bebasnya. Oleh karena itu kita melihat bahwa tidak setiap orang kaya dan berkuasa bertindak secara tepat. Prinsip yang sama berlaku untuk hal-hal yang tidak diinginkan. Kitab-kitab Vedic dapat menasehati kita : jika kamu tidak ingin sakit atau bangkrut, kamu tidak boleh melakukan ini atau itu. Jika kita bertindak berdasarkan pada instriksi-instruksi ini, kita akan mencapai hasil yang diinginkan dengan pasti dalam hal ini atau beberapa dari hidup kita dimasa depan. Reaksi-reaksi yang bermacam-macam mungkin datang cepat atau lambat-beberapa reaksi datang dengan segera dan beberapa yang lainnya datang setelah beberapa hidup.
4. Karma dari Sudut Pandang Reaksi
Ketika kita mengamati dari sisi lain, kita harus mengakui bahwa apapun yang terjadi pada kita di kehidupan ini tidak lain adalah reaksi pada tindakan kita di hidup ini atau pada tindakan kita beberapa hidup yang lalu. Oleh karena itu, bukanlah suatu pilihan buta namun hanya akibat dari tindakan-tindakan kita yang telah kita putuskan untuk dilakukan dari keinginan bebas kita.
Oleh karena itu kadang-kadang terjadi orang yang kehidupannya sangat sholeh dan layak masih tak terlindung dari berbagai macam penderitaan. Dari hal ini seseorang dapat menyimpulkan bahwa dimasa lalu mereka pasti bertindak secara tidak tepat. Biasanya mereka belajar dari hal ini dan memutuskan untuk hidup secara layak/tepat di kehidupan mereka saat ini. Juga seseorang yang kehidupannya penuh kesuksesan menuai buah dari perbuatannya.
Kehidupan materialistis dan rantai aksi dan reaksi tidak dapat dipisahkan. Hal itu seperti film yang panjang dari aksi dan reaksi lamanya kehidupan seseorang adalah seperti beberapa ladangnya. Ketika seorang anak dilahirkan, tubuhnya saat ini dapat dipahami sebagai permulaan dari seri lain dari tindakan-tindakan dan kematian dari orang yang tua sebagai akhirnya. Dari hal ini, jelaslah mengapa seseorang, karena reaksi yang berbeda, dilahirkan di keluarga yang kaya dan seseorang lain dilahirkan di keluarga miskin walaupun mereka dilahirkan pada saat yang sama, pada tempat yang sama dan dibawah keadaan yang sama. Seseorang yang membawa reaksi sholeh dengannya (karma baik) akan mendapatkan kesempatan untuk dilahirkan di keluarga yang kaya atau shaleh dan seseorang yang dibebani oleh rekasi yang tidak shaleh (karma yang jelek) akan dilahirkan di kelas rendah dan keluarga miskin.
5. Empat Fase Karma
“Tanamlah pemikiran dan kamu akan menuai perbuatan, tanamlah perbuatan dan kamu akan menuai kebiasaan, tanamlah kebiasaan dan kamu akan menuai sifat, tanamlah sifat dan kamu akan menuai nasib (peribahasa India). Filosofi Vedic (Padma Purana) menjelaskan bahwa reaksi karma terwujud dalam empat fase berbeda diibaratkankan pada fase pertumbuhan tanaman :
1. Bija (benih) niat dan harapan kita yang sudah ada dalam bentuk halus dan kemudian hal tersebut akan terwujud dalam aktivitas-aktivitas. Lalu untuk menghindari reaksi karma (penderitaan) yang tidak menyenangkan, kita harus memperhatikan pada unsur-unsur/material keinginan kita yang tidak terucapkan sebelum benih-benih tindakan yang mulai tumbuh.
2. Kuta-stha (mulai tumbuh). Perwujudan reaksi setelah keputusan untuk melakukan perbuatan. Mereka adalah unsur keinginan yang sudah mulai tumbuh.
3. Phalonmukha (berbuah). Reaksi yang sudah melahirkan buah (phala). Segera ketika kita melakukan unsur tindakan – baik atau buruk – hanya masalah waktu sebelum hal tersebut mewujudkan reaksi (buah) dalam bentuk kebahagiaan atau penderitaan.
4. parabdha (menuai). Reaksi sudah ditetapkan pada kelahiran kita : keluarga (menjelaskan status sosio-ekonomis kita, kebangsaan, ras), penempatan fisik dan psikis, dll
tiga fase yang lebih dulu didalam bahasa Sansekerta juga diberikan istilah aprarabdha atau reaksi-reaksi yang belum terwujud secara penuh, potensi kebahagiaan dan penderitaan. Fase keempat, pararabdha karma apa yang secara umum disebut “karma”.
Upanishad menjelaskan kategori karma ini :
Sancita (disimpan)
Anarabdha (belum terwujud) = aprarabdha
Prarabdha (sudah terwujud)
Kriyamana (tercipta baru)
6. Tiga Macam Karma
Bhagavd-gita (4.17-18) mengatakan : “liku-liku tindakan sangat sulit dimengerti. Oleh karena itu, manusia seharusnya mengetahui tindakan apa yang tepat, tindakan apa yang dilarang dan tidak bertindak apa. Seseorang yang melihat tindakan yang seharusnya tidak dilakukan, dan tidak melakukan tindakan, adalah orang yang cerdas diantara manusia, dan dia berada di posisi ruhaniah, walaupun berusaha dalam berbagai aktivitas-aktivitas”.
Ayat-ayat ini menjelaskan tiga macam karma. Disini `karma` tidak menyatakan reaksi tapi aksi, aktivitas.
1. Karma aktivitas dalam harmoni dengan hukum alam yang lebih tinggi (dharma) yang juga dijelaskan dalam kitab Weda. Tindakan positif ini membawa reaksi-reaksi positif dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan.
2. Vikarma, aktivitas yang dilarang oleh kitab Prisma karena mereka bertentangan dengan dharma. Tindakan-tindakan negatif ini mengakibatkan penderitaan dan kesenangan.
3. Akarma aktivitas dari alam yang lebih tinggi dan tidak berhubungan dengan unsur hukum alam dan oleh karena itu disebut “inaction / tidak melakukan aksi” mereka tidak membawa reaksi apapun, baik reaksi positif atau negatif, dan kemudian mereka membawa reinkarnasi sampai akhir. Akhir ini akan terjadi ketika “account karmic/nilai karma” kita diakhir kehidupan adalah nol. Hal ini tidak dapat diperoleh, walaupun melalui tindakan paralel dari karma dan Vikrama, ketika seseorang mungkin berfikir, karena mereka dinilai secara independent dari masing-masing yang lainnya.
Penyebab masalah adalah vikrama yang mana pada saat ini ditunjukkan oleh sejumlah besar orang-orang di seluruh dunia, dan yang merupakan ancaman bagi seluruh kemanusiaan karena hal tersebut mempengaruhinya dalam bentuk karma bersama (ringkasan dari karma individual). Ini diwujudkan sebagai perang, epidemi, bencana alam, dll
Kenyataan membuktikan bahwa kita sedang kehilangan pengetahuan hukum karma karena walaupun semua niat baik dan usaha kita meringankan penderitaan namun ada semakin banyak ketidak bahagiaan, baik secara individu dan kelompok, di dunia ini. Akhirnya hanya pengetahuan inilah satu-satunya solusi dari masalah-masalah yang saat ini terjadi. Manusia yang menyadari hal ini akan mamahami bahwa perubahan harus dimulai dari dirinya sendiri
C. Dharma-Etika Kosmik
Jadi bagaimana kita mengetahui apa yang “tepat” dan “apa yang tidak tepat?” pengetahuan ini sangat penting bagi pengambilan keputusan kita. Jika ada hukum, pasti ada bentuk tertulis yang tersedia, jadi setiap orang dapat diperkenalkan dengannya. Setelah itu, orang-orang berkata bahwa penolakan hukum tidak diperbolehkan.
Peraturan-peraturan ini terdaftar didalam kitab, khususnya disebut dharma sastra (kitab-kitab yang menjelaskan dharma). Kitab-kitab itu adalah kitab hukum yang secara serupa menjelaskan bagaimana setiap manusia seharusnya bertindak berdasarkan pada posisi sosial dan spiritualnya. Yang paling terkenal dari kitab-kitab itu adalah Manu-Smriti atau kitab hukum manu. Pesan-pesan mengenai dharma juga berisi Mahabarata (dan bagian yang paling penting, Bhagavad-Gita), Ramayana, Bhagavata dan Purana-purana lain, bibel, Qur`an, dll.
Istilah “dharma” berasal dari akar bahasa sansekerta “dhri” (menjaga, menopang, melindungi kerja). Biasanya hal tersebut diterjemahkan sebagai etika, moral dan prinsip-prinsip keagamaan yang mana walaupun tidak mewakili secara penuh artinya. Dharma adalah hukum atau perintah unsur duniawi (yang menjaga fungsi keharmonisan), kebaikan atau perintah kebenaran. Penjelasan yang lebih dalam mengatakan bahwa dharma adalah alam atau kualitas yang tidak dapat dipisahkan atau bersatu padu. Pada contoh garam yang mana kualitas (dharma) tidak dapat dipisahkan adalah rasa asinnya. Oleh karena itu, kata dharma akan mungkin untuk diterjemahkan sebagai “penyebab utama/terakhir” istilah ini dari filosofi barat yang mengungkapkan alasan untuk adanya sebuah obyek.
Penyebab utama dharma dari sebuah rumah adalah untuk menyediakan perlindungan bagi orang-orang. Rumah yang tidak dapat ditempati mewakili adharma (lawan kata dari dharma). Dharma menjelaskan fungsi hukum karma dan dirinya sendiri didirikan/ditetapkan oleh Tuhan. Sebagai “pilar dharma” disebut empat kualitas yang dijelaskan didalam Bhagavata Purana (1.17.24):
- Pengasih/pemaaf (menolak kekerasan, makan daging, dll)
- Penolakan/mengendalikan indera-indera (menolak mabuk-mabukan/narkoba)
- Kebenaran (menolak perjudian dan spekulasi)
- Kesucian (menolak seks yang dilarang dalam kitab)
Oleh karena hal itu sudah ditetapkan yang mana aktivitas-aktivitas manusia yang baik akan membawa reaksi positif sedangkan aktivitas yang buruk membawa reaksi negatif dalam bentuk penderitaan. Nilai sistem ini berlaku secara universal dan tidak tergantung pada opini individu makhluk hidup. Saya mungkin berfikir bahwa apa yang saya lakukan adalah baik dan juga mampu untuk membenarkannya secara intelektual dan kemudian mengesankan orang lain. Walaupun seandainya aktivitas saya tidak berdasarkan dengan definisi kebenaran universal, saya masih akan menuai reaksi negatif.
Kebebasan berfikir dan bertindak begitu didengung-dengungkan hari ini yang kadang-kadang salah dipahami sebagai kesempatan untuk melakukan apapun yang kita sukai. Benar, kita mempunyai keinginan bebas tapi pada saat yang sama, kita bertanggung jawab untuk aktivitas kita. Tidak ada yang lebih jauh dari kenyataan bahwa ide pelanggaran dharma yang tidak dihukum. Pernyataan dunia kontemporer seharusnya memperingatkan kita untuk tidak meletakkan keuntungan ekonomi (artha) sebelum dharma. Ini adalah keinginan untuk kesenangan indera (disimbolkan dengan uang) yang paling sering menyebabkan pelanggaran dharma.
D. Sanatana-Dharma : Aspek Dharma yang Lebih Tinggi
Dharma menjelaskan cara kehidupan untuk menderita sekecil-kecilnya di dunia ini. Tapi empat macam dasar penderitaan : kelahiran, penyakit, usia lanjut dan kematian-kita tidak dapat menghindari ini karena hal-hal tersebut hadir disetiap dunia material. Hal itu dapat dilihat sebagai institusi penjara dengan berbagai kelompok korektif dengan standart hidup yang lebih baik atau lebih buruk. Untuk mendapatkan grup ketiga dalam grup pertama dapat dianggap sebagai kemajuan pasti namun kita masih dipenjara. Walaupun ada sedikit kelompok narapidana yang suka tinggal di penjara/tahanan, sebagian besar manusia menginginkan kebebasan. Mereka yang berharap menjadi bebas secara sempurna dari seluruh penderitaan diberitahukan oleh kitab Weda mengenai tingkat yang lebih tinggi yang disebut para dharma(dharma tertinggi) atau Sanatana dharma (dharma abadi). Tindakan pada tingkat ini adalah akarma atau bebas dari reaksi apapun. Hal tersebut adalah bhakti, pelayanan kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang dijelaskan secara rinci dalam Bhagavad-gita, Bhagavata Purana (Srimad bhagavatam) dan kitab-kitab rahasia lainnya. Belajarlah dengan senang hati ! “Manusia seharusnya melayani Tuhan Krishna dengan persembahan tanpa keinginan mendapatkan keuntungan material di kehidupan ini ataupun di kehidupan berikutnya. Hal ini akan membawanya bebas dari belenggu karma”. (Gopala-Tapani Upanishad 1.14).